Sabtu, 30 Mei 2009

TUGAS KEBIJAKAN PUBLIK

1. Teori George C. Edwards III (1980)
Dalam pandangan Edwards III, implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variable, yakni: (1) komunikasi, (2) sumberdaya, (3) disposisi, dan (4) struktur birokrasi . Keempat variable tersebut juga saling berhubungan satu sama lain.
(1) Komunikasi
Keberhasilan implementasi kebijakan masyarakat agar implementor mengetahui apa yang harus dilakukan. Apa yang terjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok sasaran (target group) sehingga akan mengurangi distorsi implementasi. Apabila tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas atau bahkan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan terjadi resistensi dari kelompok sasaran. Keberhasilan program Keluarga Berencana (KB) di Indonesia, sebagai contoh, salah satu penyebab adalah karena Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) secara intensif melakukan sosialisasi tujuan dan manfaat program KB terhadap pasangan usia subur (PUS) melalui berbagai media.
(2) Sumberdaya
Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumberdaya untuk melaksanakan, implememtasi tidak akan berjalan efektif. Sumberdaya tersebut dapat terwujud sumberdaya manusia, yakni kompetensi implementor, dan sumberdaya finansial. Sumberdaya adalah faktor penting untuk implementasi kebijakan agar efektif. Tanpa sumberdaya, kebijakan hanya tinggal di kertas menjadi dokumen saja,
(3) Disposisi
Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sikap atau prespektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif.
Berbagai pengalaman pembangunan di Negara-negara Dunia Ketiga menunjukan bahwa tingkat komitmen dan kejujuran aparat rendah. Berbagai kasus korupsi yang muncul di Negara-negara Dunia Ketiga, seperti Indonesia adalah contoh kogkrit dari rendahnya komitmen dan kejujuran aparat dalam mengimplementasikan program-program pembangunan.
(4) Struktur Birokrasi
Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar (standard operating procedures atau SOP). SOP menjadi pedoman bagi setiap implementor dalam bertindak.
Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks. Ini pada gilirannya menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel.

2. Teori Merilee S. Grindle (1980)
Keberhasilan implementasi menurut Merilee. S Grindle (1980) dipengaruhi oleh dua variabel besar, yakni isi kebijakan (content of policy) dan lingkungan implementasi (context of implementation). Variabel isi kebijakan ini mencangkup: (1) sejauh mana dalam isi kebijakan; (2) jenis manfaat yang diterima oleh target graup, sebagai contoh, masyarakat di wilayah slum areas lebih suka menerima program air bersih atau pelistrikan daripada menerima program kredit sepeda montor; (3) sejauhmana perubahan yang diiginkan dari sebuah kebijakan. Suatu program yang bertujuan mengubah sikap dan perilaku kelompok sasaran relatif lebih sulit diimplementasikan daripada program yang sekedar memberikan bantuan kredit dan batuan beras kepada kelompok masyarakat miskin; (4) apakah letak sebuah program sudah tepat. Misalnya, ketika BKKBN memiliki program peningkatan kesejahteraan keluarga dengan memberikan bantuan dana kepada keluarga prasejahtera, banyak orang menanyakan apakah letak program ini sudah tepat berada di BKKBN; (5) apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan rinci; dan (6) apakah sebuah program didukung oleh sumberdaya yang memadai.
Sedangkan variabel lingkungan kebijakan mencangkup: (1) seberapa besar kekuasaan, kepentingan, dan startegi yang dimiliki oleh para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan; (2) karakteristik institusi dan rejim yang sedang berkuasa; (3) tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran.

3. Teori Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier (1983)
Menurut Mazmanian dan Paul A. Sabatier (1983), ada tiga kelompok variabel yang memengaruhi keberhasilan implementasi, yakni: (1) karakteristik dari masalah (tractability of the problem); (2) Karakteristik kebijakan/ undang-undang (ability of statute implementation); (3) Variabel lingkungan (nonstatutory variables affecting implementation).
Karakteristik Masalah:
(1) Tingkat kesulitan teknis dari masalah yang bersangkutan. Di satu pihak ada beberapa masalah sosial secara teknis mudah dipecahkan, seperti kekurangan persediaan air minum bagi penduduk atau harga beras yang tiba-tiba naik. Di pihak lain terdapat masalah-masalah sosial yang relatif sulit dipecahkan, seperti kemiskinan, pengagguran, korupsi, dan sebagainya. Oleh karena itu, sifat masalah itu sendiri akan mempengaruhi mudah tidaknya suatu program diimplementasikan.
(2) Tingkat kemajemukan dari kelompok sasaran. Ini berarti bahwa suatu program akan relatif mudah diimplementasikan apabila kelompok sasarannya adalah homogen. Sebaliknya, apabila kelompok sasaranya heterogen, maka implementasi program akan relatif lebih sulit, karena tingkat pemahaman setiap anggota kelompok sasaran terhadap program relatif berbeda.
(3) Proporsi kelompok sasaran terhadap total populasi. Sebuah program akan relatif sulit diimplementasikan apabila sasaranya mencangkup semua populasi. Sebaliknya sebuah program relatif mudah diimplementasikan apabila jumlah kelompok sasaranya tidak terlalu besar.
(4) Cangkupan perubahan perilaku yang diharapkan. Sebuah program yang bertujuan memberikan pengetahuan atau bersifat kognitif akan relative mudah diimplementasikan daripada program yang bertujuan untuk mengubah sikap dan perilaku masyarakat. Sebagai contoh, implementasi Undang-Undang No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sulit diimplementasikan karena menyangkut perubahan perilaku masyarakat dalam berlalu lintas.
Karakteristik kebijakan:
(1) Kejelasan isi kebijakan. Ini berarti semakin jelas dan rinci isi sebuah kebijakan akan mudah dimplementasikan karena implementor mudah memahami dan menterjemahkan dalam tindakan nyata. Sebaliknya, ketidakjelasan dalam tindakan nyata. Sebaliknya, ketidakjelasan isi kebijakan merupakan potensi lahirnya distorsi dalam implementasi kebijakan.
(2) Seberapa jauh kebijakan tersebut memiliki dukungan teoretis. Kebijakan yang memiliki dasar teoretis memiliki sifat lebih mantap karena sudah teruji, walaupun untuk beberapa lingkungan sosial tertentu perlu ada modifikasi.
(3) Besarnya alokasi sumberdaya finansial terhadap kebijakan tersebut. Sumberdaya keuangan adalah faktor krusial untuk setiap program sosial. Setiap program juga memerlukan dukungan staff untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan administrasi dan teknis, serta memonitoring program, yang semuanya itu perlu biaya.
(4) Seberapa besar adanya keterpautan dan dukungan antar berbagai institusi pelaksana. Kegagalan program sering disebabkan kekurangan koordinasi vertical dan horizontal antarinstansi yang terlibat dalam implementasi dasar.
(5) Kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana
(6) Tingkat komitmen aparat terhadap tujuan kebijakan. Kasus korupsi yang terjadi di Negara-Negara Dunia Ketiga, khususnya di Indonesia salah satu sebabnya adalah rendahnya tingkat komitmen aparat untuk melaksanakan tugas dan pekerjaan atau program-program.
(7) Seberapa luas akses kelompok-kelompok luar untuk berpartisipasi dalam implementasi kebijakan. Suatu program yang memberikan peluang luas bagi masyarakat untuk terlibat akan relative mendapat dukungan daripada program yang tidak melibatkan masyarakat. Masyarakat akan merasa terasing atau teralienasi apabila ada di wilayahnya.
Lingkungan kebijakan
(1) Kondisi sosial ekonomi masyarakat dan tingkat kemajuan teknologi. Masyarakat yang sudah terbuka dan terdidik akan relative mudah menerima program-program pembaruan dibanding dengan masyarakat yang masih tertutup dan tradisional. Demikian juga, kemajuan teknologi akan membantu dalam proses keberhasilan implementasi program, karena program-program tersebut dapat disosialisasikan dalam implementasikan dengan bantuan teknologi modern.
(2) Dukungan publik terhadap sebuah kebijakan. Kebijakan yang memberikan insentif biasanya mudah mendapatkan dukungan publik. Sebaliknya kebijakan yang bersifat dis-insentif, seperti kenaikan harga BBM atau kenaikan pajak akan kurang mendapat dukungan publik.
(3) Sikap dari kelompok pemilih (constituency graups). Kelompok pemilih yang ada dalam masyarakat dapat mempengaruhi implementasi kebijakan melalui berbagai cara antara lain: (1) kelompok pemilih dapat melakukan intervensi terhadap keputusan yang dibuat badan-badan pelaksana melalui berbagai komentar dengan maksud untuk mengubah keputusan; (2) Kelompok pemilih dapat memiliki kemampuan untuk mempengaruhi badan-badan pelaksana secara tidak langsung melalui kritik yang dipublikasikan terhadap kinerja badan-badan pelaksana, dan membuat peryataan yang ditunjukan kepada badan legeslatif.
(4) Tingkat komitmen dan ketrampilan dari aparat dan implementor. Pada akhirnya, komitmen aparat pelaksana untuk merealisasikan tujuan yang telah tertuang dalam kebijakan adalah variabel yang paling krusial. Aparat badan pelaksana harus memiliki keterampilan dalam membuat prioritas tujuan dan selanjutnya merealisasikan prioritas tujuan tersebut.

4. Teori Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn (1975)
Menurut Meter dan Horn, ada lima variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi, yakni; (1) standard an sasaran kebijakan; (2) sumberdaya; (3) komunikasi antarorganisasi dan penguatan aktivitas; (4) karakteristik agen pelaksana; dan (5) kondisi sosial, ekonomi dan politik.
(1) standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisir. Apabila standard dan sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi multiinterpretasi dan mudah menimbulkan konflik di antara para agen implementasi.
(2) Sumberdaya. Implementasi kebijakan perlu dukungan sumberdaya baik sumberdaya manusia (human resources) maupun sumberdaya non-manusia (non-human resources). Dalam berbagai kasus program pemerintah, seperti Program Jaringan Pengaman Sosial (JPS) untuk kelompok miskin pedesaan kurang berhasil karena keterbatasan kualitas aparat pelaksana.
(3) Hubungan antar Organisasi. Dalam banyak program, implementasi sebuah program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu, diperlukan koordinasi dan kerjasama antar instansi bagi keberhasilan suatu program.
(4) Karakteristik agen pelaksana. Yang dimaksud karakteristik agen pelaksana adalah mencangkup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya itu akan mempengaruhi imlementasi suatu program.
(5) Kondisi sosial, politik, dan ekonomi. Variabel ini mencangkup sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan; sejauhmana kelompok-kelompok kepentingan memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan; karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak; bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan; dan apakah elite politik mendukung implementasi kebijakan.
(6) Disposisi implementor. Disposisi implementor ini mencangkup tiga hal yang penting, yakni: (a) respons implementor terhadap kebijakan, yang kan mempengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan;(b) kongnisi, yakni pemahaman terhadap kebijakan; dan (c) intensitas disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor.

5. Teori G Shabbir Cheema dan Dennis A. Rondinelli (1983)
Berikut ini mengambarkan kerangka konseptual yang akan digunakan untuk analisis implementasi program-program pemerintah yang bersifat desentralistis. Ada empat kelompok variabel yang dapat mempengaruhi kinerja dan dampak suatu program, yakni:
(1) Kondisi lingkungan; (2) hubungan antar organisasi;
(2) Sumberdaya organisasi untuk implementasi program;
(3) Katrakteristik dan kemampuan agen pelaksana.

6. Teori David L. Weimer dan Aidan R. Vining (1999)
Dalam pandangan Weimer dan Vining (1999:392) ada tiga kelompok avariabel besar yang dapat mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu program, yakni: (1) logika kebijakan; (2) lingkungan tempat kebijakan dioperasikan; (3) kemampuan implementor kebijakan.
Logika dari suatu kebijakan. Ini dimaksudkan agar suatu kebijakan yang ditetapkan masuk akal (reasonable) dan mendapat dukungan teoritis. Kita dapat berpikir bahwa logika dari suatu kebijakan seperti halya hubungan logis dari suatu hipotesis. Contoh: Kebijakan atau program dari pemerintah kabupaten untuk meningkatkan mutu pelajaran science di Sekolah Menegah Tingkat Atas (SMA) melalui pemberian bantuan dana. Kebijakan ini akan berhasil apabila dukungan hipotesis sebagai berikut: pertama, ada SMU cukup berprestasi di kabupaten dan mau melamar untuk menggunakan dana untuk program tersebut; kedua, ada proses seleksi untuk memilih SMU yang ikut dijadikan sasaran program; ketiga, dana yang telah dikucurkan benar-benar digunakan untuk tujuan yang telah ditetapkan; ke empat, hasil yang telah dicapai dapat dibuktikan secara valid; dan kelima, dinas pendidikan kabupaten mampu mengenali bahwa pengalaman yang telah berhasil dapat diterapkan di SMU lain. Ini brarti bahwa isi dari suatu kebijakan atau program harus mencangkup berbagai aspek yang dapat memungkinkan kebijakan atau program tersebut dapat diimplementasikan pada tataran praktis.
Lingkungan tempat kebijakan tersebut dioperasikan akan mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu kebijakan. Yang dimaksud lingkungan ini mencangkup lingkungan sosial, politik, ekonomi, hankam, danfisik atau geogafis. Suatu kebijakan dapat berhasil diimplementasikan di suatu daerah tertentu, tetapi teryata gagal diimplementasikan di daerah lain, karena kondisi lingkungan yang berbeda. Sebagai contoh, untuk saat ini belum semua Sekolah Menegah Tingkat Pertama (SMP) dan SMU dapat mengimplementasikan program “kurikulum berbasis kompetensi” sebagaimana dirancangkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Ini disebabkan kondisi sekolah yang sangat bervariasi.
Kemampuan implementor. Keberhasilan suatu kebijakan dapat dipengaruhi oleh tingkat komptensi dan ketrampilan dari para implementor kebijakan. Untuk kasus implementasi program kurikulum berbasis kompetensi di SMP dan SMU, maka kualitas, komitmen, dan jumlah guru yang memadai memberikan sumbangan yang signifikan bagi keberhasilan program tersebut, karena merekalah implementor dari program tersebut.

1 komentar:

  1. salam kenal.
    saya apresiasi dengan posting anda
    bisa kah anda tampilkan teori-teori lain yang satu mazhab dengan teori ini.

    makasih ya

    BalasHapus