Sabtu, 30 Mei 2009

ANALISA PERGUB NO.75 TH 2005

Analisa tentang Peraturan Gubernur No.75 Tahun 2005

Warga Tak Indahkan Perda Larangan Merokok
TEMPO Interaktif, Jakarta: Maksud baik Pemerintah DKI Jakarta untuk memberikan kesadaran kepada warganya agar tidak merokok di sembarang tempat kurang mendapat tanggapan semestinya dari warga.
Dari pengamatan Tempo, masih banyak warga yang merokok di tempat yang tidak semestinya. Agus, sopir mikrolet jurusan Klender-Kampung Melayu salah satunya. Ia dengan santainya merokok sambil menjalankan angkutan miliknya. “Kalau tidak merokok, nggak bisa santai,” tuturnya memberikan alasan kepada Tempo.
Penumpang juga bersikap sama saja. Racmad, salah seorang penumpang yang merokok di dalam bus jurusan Kampung Melayu-Grogol mengaku tidak takut mendapatkan sanksi denda jika ketahuan merokok di tempat umum. “Lha di sini tidak ada petugas Trantib, kalau ada ya rokok saya matikan,” katanya.
Pemandangan serupa juga terlihat di kereta rel listrik jurusan Bogor-Jakarta Kota. Di dalam kereta yang penuh sesak penumpang itu, sebagian penumpang dengan bebasnya merokok karena tidak ada peringatan dari petugas kereta. Padahal dalam Peraturan Gubernur Nomor 75 Tahun 2005 mewajibkan kepada penyelenggara angkutan umum untuk memperingatkan penumpang yang merokok di dalam angkutannya.
Pemda DKI telah memberlakukan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2005 dan Peraturan Gubernur Nomor 75 Tahun 2005 tentang kawasan dilarang merokok yang efektif berlaku Kamis lalu.
tempointeraktif.com

Asap Rokok Masih Mengepul di Stasiun Kota
TEMPO Interaktif, Jakarta:Meski hari ini larangan merokok di kawasan mulai diberlakukan namun asap rokok masih mengepul di di Stasiun Kota. Padahal di stasiun itu sudah disediakan ruang khusus merokok.
Ahmad, seorang laki-laki yang sedang merokok tidak jauh dari Kantor Kepala Stasiun Kota mengatakan dia tidak tahu tentang larangan merokok di tempat umum. "Saya nggak tahu ada aturan itu. Lagipula di manapun sudah biasa merokok dan nggak ada yang ngelarang. Di sini (Stasiun Kota) juga nggak ada yang ngelarang," kata Ahmad sambil menggoyangkan rokok membuang abu di ujung rokok saat ditemui Sabtu (4/2).
Pemandangan serupa juga terlihat di ruang tunggu. Sejumlah calon penumpang juga terlihat seorang lelaki yang merokok di antara para penunggu lainnya. "Kalau nggak boleh merokok mestinya dari tadi saya sudah dilarang. Ini kan nggak yang saya merokok saja," kata Anto yang hendak pergi ke Cirebon.
Padahal ruang merokok di Stasiun Kota Beos ada di dekat pintu selatan stasiun. Ruang itu ada di antara ruang tunggu kelas eksekutif kereta Sembrani-Bima dan Restauran Warung Beos.
Ruang tersebut berukuran sekitar 5 meter x 7 meter. Dengan 4 kursi kayu panjang memiliki sandaran, berukuran panjang sekitar 2 meter. Pintunya terbuat dari kaca bening dengan 2 daun yang dapat terbuka di tengah. Pintu terletak dekat dengan ruang tunggu penumpang.
Batas antara ruang merokok dan ruang tunggu penumpang berupa kaca bening. Sedangkan batas dengan Warung Beos berupa tembok. Sejajar dengan pintu masuk, terdapat mushola berukuran sekitar 1,5 meter x 2 meter. Di tembok batas dengan Warung Beos, ada gudang dan kamar mandi. Di depan pintu gudang dan kamar mandi ditempel kertas larangan masuk kecuali karyawan.

Kepala Stasiun saat tidak dapat ditemui Tempo karena sudah pergi. "Bapak sudah pergi. Tadi sih datang katanya ada urusan di luar," kata Armo salah satu staf Stasiun Kota yang ada di kantor kepala Stasiun.
Humas PT Kereta Api Daerah Operasi I dan Jabotabek, Ahmad Sujadi, saat dihubungi lewat telepon genggamnya hari ini (4/1) mengatakan bahwa belum ada pemberitahuan dari Pemda DKI Jakarta tentang petugas pengawas aturan merokok di Stasiun.
"Belum ada informasi tentang Perda Larangan Merokok dari Pemda DKI. Ketika humas saya hubungi handphonenya tidak pernah diangkat. Juga belum pemberitahuan tentang petugas pengawas di Stasiun. Namun yang pasti di Stasiun Gambir dan Juanda sudah ada ruang merokok dengan ukuran lebar dan panjang sekitar 2 meter x 4 meter," kata Sujadi.
Di Stasiun Kota juga tidak ditemui poster atau pemberitahuan tertulis tentang larangan merokok di tempat umum. Para pegawai PT Kereeta Api juga tidak menghiraukan adanya perokok di kawasan stasiun. Di pintu-pintu masuk, petugas hanya menanyakan tiket kereta.
tempointeraktif.com

Larangan Merokok Masih diabaikan
TEMPO Interaktif, Jakarta:Meski peraturan larangan merokok sudah diberlakukan namun sejumalah warga Jakarta masih banyak yang merokok di tempat umum. Sejumlah warga yang ditemui Tempo di stasiun Senin, terminal Senen, Ratu Plaza, dan Plaza Indonesia mengaku sudah mengetahui peraturan daerah nomor 2 tahun 2005. Namun mereka masih mengabaikan peraturan itu.
Sugiarto, penjaga keamanan terminal Senin mengaku tidak takut dengan peraturan yang mengancam denda Rp 50 juta itu atau kurungan. "Kan banyak yang merokok. Penjara bisa penuh dong. Sementara kalau bayar saya tak mampu," katanya enteng Sabtu (4/2).Sebuah pantauan Tempo, terminal Senen tidak menyediakan untuk khusus merokok.
Sementara di Plaza Indonesia ada empat ruangan khusus merokok yakni di Plaza EX lantai 1, kantin karyawan, basement parkir, dan dekat cafe starbuck. Menurut event menejer Plaza Indonesia, Ria Juwita, setiap pengunjung dilarang merokok baik di seluruh area kecuali di tempat yang sudah ditentukan.
Larangan merokok juga diberlakukan bagi setiap restoran. "Setiap restoran harus menyediakan kawasan bebas rokoknya," ujar Ria. Namun dari pengamatan Tempo di cafe Olala yang terletak di basement (lantai dasar) Plaza Indonesia sedikitnya empat orang terlihat menghisap merokok. Salah seorang pelayanan cafe Olala tak bisa menjawab dimana kawasan khusus merokok untuk cafe Olala. Sementara duty menejer tak ada di tempat.
Pemandangan serupa juga terlihat di Cafe Domme. Hanya di cafe Domme itu merokok ada di kawasan merokok yang disediakan cafe itu. Tak ada satupun petugas pengawas yang mengawasi semua kawasan itu.
Tri Ramadani, 25 tahun, karyawan counter HP Invent, di Ratu Plaza lantai I yang dipergoki sedang merokok mengaku tidak tahu adanya aturan larangan merokok. "Buktinya tidak ada larangan merokok," katanya. Padahal tepat di depan resepsionis Ratu Plaza ada tulisan "Dilarang merokok."

Larangan merokok di tempat umum ini meresahkan para pengecer rokok. Abdul Wahid, 31 tahun, warga Manggarai mengaku pasrah dengan adanya larangan itu. Namun ia tak ingin beralih karena berjualan rokok merupakan satu satunya penghasilannya untuk menghidupi keluarganya.
Setiap hari, kata dia, ia bisa mendapat Rp 200 ribu dengan keuntungan Rp 15-20 ribu.
Reza M, petugas Satpol PP, yang ditemui di Bundaran HI, mengatakan mulai hari ini memang diberlakukan larangan merokok. Petugas Satpol PP hari ini diterjunkan ke berbagai titik untuk mensosialisasikan larangan tersebut. Mereka diterjunkan dari Ratu Plaza hingga patung kuda. "Kita hanya menegur saja tapi sanksi baru diberlakukan mulai 16 Februari nanti karena saat ini belum banyak warga yang belum tahu," katanya

tempointeraktif.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar